Ust Abu Ammar al-Ghoyami dan Ust Abu Hafshoh al-Buthoni
Jawaban masalah ini sudah banyak diketahui. Bahwa setidak-tidaknya ada tiga kelompok yang bertanggung jawab dalam tarbiyah yaitu kedua orang tua, guru dan masyarakat. Orang tua sebagai asal mula seorang anak dan tempat berlindungnya setiap saat, guru sebagai tempat mengambil ilmu, dan masyarakat sebagai tempat bergaul. Jikalau ketiga kelompok ini masing-masing menunaikan tugasnya dengan baik, maka sungguh akan di dapatkan kebahagiaan bagi masyarakat Islam dunia dan akhirat.Misalnya orang tua mengarahkan dan memberi qudwah, guru mendidik dan memberi ilmu, sedangkan masyarakat mengawasi dan meluruskan, maka sungguh ini adalah sebaik-baik kerjasama di atas kebajikan dan taqwa.
Di antara tiga kelompok tersebut, tidak diragukan lagi bahwa yang paling bertanggung jawab dalam hal tarbiyah adalah orang tua (bapak ibu), oleh sebab itu Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut mereka secara khusus dalam haditsnya:
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ وَيُوْلَدُ عَلَى اْلِفطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Tidaklah seorang anak kecuali ia lahir dalam keadaan fithroh lalu bapak ibunyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Dan fakta yang ada di lapangan tarbiyah-pun menunjukkan hal itu. Oleh sebab itu maka apabila seorang anak menyimpang karena pengaruh guru yang menyeleweng, maka orang tua tidak semata- mata menyalahkan guru karena mereka berhak mencari guru yang lain yang istiqomah. Atau apabila anak menyimpang karena pengaruh lingkungan maka tidak semata-mata menyalahkan lingkungan atau masyarakat, karena mereka berhak apabila menginginkan kebaikan buat anak-anak mereka untuk mencari lingkungan yang mendukung keistiqomahan mereka, karena sebagai muslim hidup di dunia bukan semata-mata untuk menjaga dan memelihara tanah tumpah darahnya akan tetapi untuk mewujudkan ubudiyyah(penghambaan) kepada Alloh subhanahu wata’ala di manapun ia berada. Gambaran kenyataan ini, akan kita dapatkan dari adanya pertikaian yang sering terjadi antara kedua orang tua, yaitu tatkala sang bapak melihat anaknya nakal maka dengan spontan menyalahkan ibu, dan sebaliknya ibu menyalahkan bapak, karena mereka saling mengharap kebaikan dalam tarbiyah. Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُكُمْ رَاعٍ وَكُلُكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab tentang kepemimpinan nya.”
Berkata Ummu Abdillah al-Wadi’i radhiyallahu anha dalam kitabnya Nashihati lin Nisa’: “Harus adanya kerjasama antara kedua orang tua dalam mentarbiyah anak-anak mereka dan seandainya salah satu dari keduanya melalaikan tugasnya maka akan terjadi kekurangan pada sisi tersebut “.
Nah, oleh karenanya, semestinya para pentarbiyah ini bersatu padu, satu langkah, agar terlahir dari madrasah tarbiyah kita, para generasi yang benar-benar mengenal nilai-nilai tarbiyah, mengamalkan Islam dan memahaminya. Generasi yang memahami bahwa agama bukan hanya yang penting tidak keluar dari Islam dan masuk agama Nasrani atau agama-agama lainnya, namun generasi yang mempunyai kepedulian dan semangat baja untuk mempelajari Islam, berpegang teguh dengan hukum-hukum syari’at Islam, berilmu, beramal dan berdakwah. Generasi yang memperhatikan aqidah Islamiyyah, menegakkan sholat dan lain-lain, dan juga menaruh perhatiannya terhadap urusan keduniaan, kemajuan dan perkembangan zaman, tetapi tidak berlomba mengejar dunia semata dengan mengabaikan agama.
Semoga Alloh subhanahu wata’ala memberi taufiq kepada kita semua untuk bisa memahami makna dan pengertian tarbiyah dengan baik, mengamalkan, mendakwahkan dan sabar di atasnya, sehingga Alloh subhanahu wata’ala akan memberikan hasil tarbiyah yang baik lagi sempurna kepada kita dan generasi kita di masa mendatang. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar