Minggu, 11 Desember 2011

RINGKASAN TENTANG MAHRAM



Mahram merupakan masalah yang penting dalam Islam karena ia memiliki beberapa fungsi yang penting dalam tingkah laku, hukum-hukum halal/haram. Selain itu juga, Mahram merupakan kebijaksanaan Allah dan kesempurnaan agama-Nya yang mengatur segala kehidupan. Untuk itu, seharusnya kita mengetahui siapa-siapa saja yang termasuk mahram dan hal-hal yang terkait dengan mahram.

Banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita muslimah yang berkaitan erat dengan masalah mahram, Seperti hukum safar, kholwat (berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain.

Ironisnya, masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang tidak memahaminya, bahkan mengucapkan istilahnya saja masih salah, misalkan mereka menyebut dengan "Muhrim" padahal muhrim itu artinya adalah orang yang sedang berihrom untuk haji atau umroh.

Dari sinilah, maka kami mengangkat masalah ini agar menjadi bashiroh (pelita) bagi ummat. Wallahu Al Muwaffiq 

DEFINISI MAHRAM:
       Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata : Mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan. [Al-Mughni 6/555]

DEFINISI MAHRAM BAGI WANITA:
       Imam Ibnu Atsir rahimahullah berkata : Mahram adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman dan lain-lain. [An-Nihayah 1/373]

       Syaikh Sholeh Al-Fauzan berkata : Mahram bagi wanita adalah suaminya dan semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab seperti bapak, anak, dan saudaranya, atau dari sebab-sebab mubah yang lain seperti saudara sepersusuannya, ayah ataupun anak tirinya. [Tanbihat 'Ala Ahkam Takhtashu bil mu'minat, hal. 67]

DEFINISI MAHRAM BAGI LAKI-LAKI:
Imam an-Nawawi memberi batasan dalam sebuah definisi berikut,
        كل من حرم نكاحها على التأبيد بسبب مباح لحرمتها

Setiap wanita yang haram untuk dinikahi selamanya, disebab sesuatu yang mubah, karena statusnya yang haram. (Syarah Shahih Muslim, An-Nawawi, 9:105)

Kemudian beliau memberikan keterangan untuk definisi yang beliau sampaikan:
          Haram untuk dinikahi selamanya : Artinya ada wanita yang haram dinikahi, namun tidak selamanya. Seperti adik istri atau bibi istri. Mereka tidak boleh dinikahi, tetapi tidak selamanya. Karena jika istri meninggal atau dicerai, suami boleh menikahi adiknya atau bibinya.

          Disebabkan sesuatu yang mubah : Artinya ada wanita yang haram untuk dinikahi selamanya dengan sebab yang tidak mubah. Seperti ibu wanita yang pernah disetubuhi karena dikira istrinya, atau karena pernikahan syubhat. Ibu wanita ini haram untuk dinikahi selamanya, namun bukan mahram. Karena menyetubuhi wanita yang bukan istrinya, karena ketidaktahuan bukanlah perbuatan yang mubah.

          Karena statusnya yang haram : Karena ada wanita yang haram untuk dinikahi selamanya, namun bukan karena statusnya yang haram tetapi sebagai hukuman. Misalnya, wanita yang melakukan mula’anah dengan suaminya. Setelah saling melaknat diri sendiri karena masalah tuduhan selingkuh, selanjutnya pasangan suami-istri ini dipisahkan selamanya. Meskipun keduanya tidak boleh nikah lagi, namun lelaki mantan suaminya bukanlah mahram bagi si wanita.

MACAM-MACAM MAHRAM

  Dari pengertian di atas, maka mahram itu terbagi menjadi tiga macam: 
  1. Mahram Karena Nasab (Keturunan
  2. Mahram Karena Rodho’ah (Persusuan) 
  3. Mahram Karena Mushoharoh (Pernikahan)

DALIL- DALIL TENTANG MAHRAM:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (31)

31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. an-Nur:31)

وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا (22) حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (23)
22. dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri), terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
23. diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan [1]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. an-Nisa: 22-23)
[1] Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.

Dalil dari hadits bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi  wasallam bersabda:
يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab
(HR. Bukhari 3/222/ 2645, Muslim: 2/1068/ 1447, Abu Dawud 1/474, Nasa'i 6/82, Darimi 2/156, Ahmad 1/27)

Ringkasan mengenai mahram dari ayat-ayat di atas:

1. Mahram bagi wanita karena Nasab (Keturunan

1.       Ayah, kakek, buyut laki-laki dan seterusnya ke atas.
2.       Anak laki-laki, cucu laki-laki, dan seterusnya ke bawah.
3.       Saudara laki-laki, baik saudara kandung, sebapak, atau seibu.
4.       Keponakan laki-laki dari saudara perempuan dan keturunannya ke bawah.
5.       Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki dan keturunannya ke bawah.
6.       Paman dari jalur bapak (a’maamun)
7.       Paman dari jalur ibu (akhwaalun).

2. Mahram bagi wanita karena Rodho’ah (Persusuan)

1.       Bapak persusuan, kakek persusuan, buyut laki-laki persusuan dan seterusnya ke atas.
2.       Anak laki-laki susu, juga cucu laki-laki dari anak susu. dan seterusnya ke bawah.
3.       Saudara laki-laki sepersusuan, baik saudara susu kandung, sebapak, atau seibu.
4.       Keponakan laki-laki dari saudara perempuan sepersusuan dan keturunannya ke bawah.
5.       Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sepersusuan dan keturunannya ke bawah.
6.       Paman dari jalur bapak persusuan
7.       Paman dari jalur ibu susu

3. Mahram bagi wanita karena Mushoharoh (Pernikahan)

1.       Suami. 
2.       Ayah Mertua (Ayah Suami), kakek istri  dan seterusnya keatas.
3.       Anak Tiri (Anak suami dari istri lain). 
4.       Ayah Tiri (Suami ibu tapi bukan bapak kandungnya), kakek tiri (suami nenek) dan seterusnya ke atas. 
5.       Menantu Laki-Laki (Suami anak kandung), suami cucu dan seterusnya kebawah.

1. Mahram bagi laki-laki karena Nasab (Keturunan)

1.       Ibu , nenek, buyut perempuan dan seterusnya ke atas.
2.       Anak perempuan, cucu perempuan, dan seterusnya ke bawah.
3.       Saudara perempuan, baik saudari kandung, sebapak, atau seibu.
4.       Keponakan perempuan dari saudara perempuan dan keturunannya ke bawah.
5.       Keponakan perempuan dari saudara laki-laki dan keturunannya ke bawah.
6.       Bibi dari jalur bapak (‘ammaat).
7.       Bibi dari jalur ibu (Khalaat).

2. Mahram bagi laki-laki karena Rodho’ah (Persusuan)

1.       Ibu, nenek persusuan, buyut perempuan persusuan dan seterusnya ke atas.
2.       Anak perempuan susu, cucu perempuan dari anak susu, dan seterusnya ke bawah.
3.       Saudara perempuan sepersusuan, baik saudari susu kandung, sebapak, atau seibu.
4.       Keponakan perempuan dari saudara perempuan sepersusuan dan keturunannya ke bawah.
5.       Keponakan perempuan dari saudara laki-laki sepersusuan dan keturunannya ke bawah.
6.       Bibi dari jalur bapak persusuan.
7.       Bibi dari jalur ibu susu

3. Mahram bagi laki-laki karena Mushoharoh (Pernikahan)

1.       Istri
2.       Ibu istri (ibu mertua), nenek istri dan seterusnya ke atas, meskipun hanya dengan akad
3.       Anak perempuan istri (anak tiri), jika si lelaki telah melakukan hubungan dengan ibunya
4.       Ibu tiri (istri bapak), nenek tiri (istri kakek), dan seterusnya ke atas
5.      Menantu perempuan (istri anak kandung), istri cucu, dan seterusnya kebawah.


  Diringkas dari beberapa sumber, oleh Ari Mardiah Joban

Tidak ada komentar:

Posting Komentar