Rabu, 29 Desember 2010

APA YANG HARUS KU LAKUKAN BILA TERLANJUR BERBUAT DOSA?

 Mungkin kita sering bertanya, “Apabila aku ter­je­ru­mus ke dalam dosa, bagaimana caraku bertaubat? Apakah ada sesuatu yang harus segera aku kerjakan setelah berbuat dosa?”
Ada dua amalan yang semestinya dilakukan setelah berhenti dari dosa, yaitu:
Pertama: Amalan hati, yakni dengan penyesalan dan tekad untuk tidak mengulangi dosanya, inilah buah dari rasa takut kepada Allah.
Kedua: Amalan anggota badan, yakni dengan mengerjakan segala bentuk kebaikan, di antaranya adalah shalat taubat.
Dalilnya :
Dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Tiada seorang yang melakukan suatu dosa kemudian dia pergi berwudhu dan mengerjakan shalat (dua raka’at), kemudian memohon ampun kepada Allah melainkan Allah akan mengampuninya.”[1]
Kemudian beliau membaca ayat :
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat meng­am­puni dosa selain Allah? Dan mereka tidak me­neruskan perbuatan kejinya, sedang mereka me­ngetahui.” (QS. Ali Imran : 135)
Telah disebutkan di dalam riwayat lain yang shahih tentang shalat dua raka’at yang menghapus dosa, ringkasannya adalah sebagai berikut:
1.   Dengan berwudhu dan memperbagus wudhunya (karena kesalahan akan keluar dari anggota badan yang di­­­­­­­basuh bersamaan dengan air atau tetesan­­­­­­­­­ air­­­ terakhir). Termasuk memperbagus­­­­ wud­­­hu adalah mengucapkan “Bismillah” sebelumnya dan berdzikir sesudahnya, yakni :
“Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang haq untuk disembah selain Allah, Yang Maha Esa tiada sekutu bagiNya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang banyak bertaubat dan mensucikan diri, Mahasuci Engkau ya Allah, dengan memujiMu aku bersaksi bahwa tiada ilah yang haq untuk disembah selain Engkau, aku memohon ampun kepadaMu dan bertaubat kepadaMu.” (Dzikir ini sangat besar pahalanya apabila dibaca tiap selesai wudhu).
2.   Berdiri untuk mengerjakan shalat dua raka’at.
3.   Tidak lalai dalam shalat.
5.   Tidak berangan-angan tatkala shalat.
6.   Memperbagus bacaan dan khusyu’.
7.   Membaca istighfar setelah shalat.
Adapun sebagai buahnya adalah :
1.   Akan diampuni dosa-dosanya yang telah lampau.
2.  Wajib baginya masuk surga.[2]
Kemudian memperbanyak kebaikan dan ketaatan. Tidakkah Anda tahu bahwa Umar Radhiyallahu ‘anhu tatkala merasa bersalah saat berdialog dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam perang Hudaibiyah, ia berkata, “Sungguh aku akan beramal karena perbuatanku itu,” yakni akan beramal shalih untuk menghapus dosanya.
Perhatikanlah contoh yang disebutkan dalam sebuah hadits yang shahih bahwa RasulullahShalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya perumpamaan orang yang melakukan keburukan-keburukan kemudian mengamalkan kebaikan-kebaikan seperti perumpamaan seseorang yang memakai dar’un (baju besi yang dikenakan oleh prajurit) yang sempit sehingga mencekiknya, kemudian dia mengerjakan kebaikan, maka terlepaslah satu rantai (pengikatnya), kemudian dia mengerjakan kebaikan lagi dan terlepas lagi rantai yang lain hingga baju besi tersebut jatuh ke bumi.”[3]
Maka perbuatan baik dapat melepaskan orang yang berdosa dari belenggu maksiat dan mengeluarkan dirinya menuju alam ketaatan dengan bebas. Berikut ini kami berikan bagi Anda ringkasan dari sebuah kisah yang penuh ibrah:
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada RasulullahShalallahu ‘alaihi wa Sallam seraya berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya aku bertemu dengan seorang wanita di kebun, lalu aku lakukan ter­hadapnya apa saja selain bersetubuh. Aku telah mencium dan memeluknya, dan aku tidak berbuat melebihi hal itu, maka hukumlah aku sekehendak­mu.’ Rasulullah tidak mengatakan sepatah katapun hingga orang tadi pergi. Berkatalah Umar, ‘Sungguh Allah telah menutup aibnya seandainya dia mau menutup aibnya.’ Maka pan­dangan Rasulullah mengikutinya kemudian ber­sabda, ‘Hadapkanlah orang tadi kepadaku.’ Maka orang tadi dihadapkan kepada Rasulullah, lalu beliau membacakan kepadanya (sebuah ayat):
“Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan dari pada malam. Sesungguhnya perbuatan yang baik itu menghapus (dosa) perbuatan buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud  : 114).
Maka Mu’adz (dalam riwayat lain Umar) berkata, “Wahai Rasulullah apakah itu berlaku bagi dia seorang atau bagi manusia seluruhnya?” Beliau ber­sabda,  “Bahkan bagi manusia seluruhnya.”[4]
Oleh karena itu, marilah kita bersegera untuk bertaubat nasuha. Dan meyakini bahwa Allah menerima taubat hambaNya dan mengampuni kesalahan-kesalahan kita. Setelah itu hendaknya kita senantiasa meng­harap rahmat Allah dan yakin bahwa Dia akan memberikan taufik kepada kita untuk beramal, dan menolong kita agar selamat dalam menempuh perjalanan menuju Rabb kita, serta menolong kita dalam me­ninggalkan maksiat dan menjauhkan diri dari perbuatan dosa.
Semoga Allah melimpahkan segala kebaikan kepada kita semua, dan memberikan balasan pahala atas amal kebaikan yang telah kita lakukan. Shalawat dan salam semoga terlimpah atas Nabi Muhammad, keluarga­ dan para Sahabat beliau.
Sumber: http://an-naba.com/apa-yang-harus-ku-lakukan-bila-terlanjur-berbuat-dosa/
[1] Diriwayatkan oleh Ashabus Sunan(Shahihut Targhib I/284)
[2] Shahihut Targhib I/94-95.
[3] Riwayat ath-Thabrani di dalam al-Kabiir (Shahihul Jami’ hal 21192).
[4] Hadits riwayat Muslim.

Selasa, 28 Desember 2010

MENGAPA WANITA HARUS BERHIJAB?



Pertanyaan ini sangat penting namun jawabannya justru jauh lebih penting. Satu pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang cukup panjang. Jilbab atau hijab merupakan satu hal yang telah diperintahkan oleh Sang Pembuat syariat. Sebagai syariat yang memiliki konsekwensi jauh ke depan, menyangkut kebahagiaan dan kemashlahatan hidup di dunia dan akhirat. Jadi, persoalan jilbab bukan hanya persoalan adat ataupun mode fashion Jilbab adalah busana universal yang harus dikenakan oleh wanita yang telah mengikrarkan keimanannya. Tak perduli apakah ia muslimah Arab, Indonesia, Eropa ataupun Cina. Karena perintah mengenakan hijab ini berlaku umum bagi segenap muslimah yang ada di setiap penjuru bumi.

Berikut kami ulas sebagian jawaban dari pertanyaan di atas:

Pertama : Sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan RasulNya.
Ketaatan merupakan sumber kebahagian dan kesuksesan besar di dunia dan akherat. Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman manakala ia enggan merealisasikan,mengaplikasikan serta melaksanakan segenap perintah Allah dan RasulNya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

"Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar". [Al Ahzab:71]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

ذَاقَ طَعْمَ الإِيماَنِ مَنْ رَضِيَ بالله رَباًّ وَبالإسْلامِ دِيْناً وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلًا.

"Sungguh akan merasakan manisnya iman, seseorang yang telah rela Allah sebagaiRabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul utusan Allah". [HR Muslim].

Kedua : Pamer aurat dan keindahan tubuh merupakan bentuk maksiat yang mendatangkan murka Allah dan RasulNya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا

"Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata". [Al Ahzab:36].

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافىً إلاَّ المُجَاهِرُن.

"Setiap umatku (yang bersalah) akan dimaafkan, kecuali orang yang secara terang-terangan (berbuat maksiat)". [Muttafaqun alaih].

Sementara wanita yang pamer aurat dan keindahan tubuh sama artinya dia telah berani menampakkan kemaksiatan secara terang-terangan.

Ketiga : Sesungguhnya Allah memerintahkan hijab untuk meredam berbagai macam fitnah (kerusakan)

Jika berbagai macam fitnah redup dan lenyap, maka masyarakat yang dihuni oleh kaum wanita berhijab akan lebih aman dan selamat dari fitnah. Sebaliknya, masyarakat yang dihuni oleh wanita yang gemar bertabarruj (berdandan seronok), pamer aurat dan keindahan tubuh, sangatlah rentan terhadap ancaman berbagai fitnah dan pelecehan seksual serta gejolak syahwat yang membawa malapetaka dan kehancuran yang sangat besar. Jasad yang bugil jelas akan memancing perhatian dan pandangan berbisa. Itulah tahapan pertama bagi penghancuran dan pengrusakan moral dan peradaban sebuah masyarakat.

Keempat : Tidak berhijab dan pamer perhiasan akan mengundang fitnah bagi laki-laki.

Seorang wanita apabila memamerkan bentuk tubuh dan perhiasannya di hadapan laki-laki non mahram, jelas akan mengundang perhatian kaum laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba. Jika ada kesempatan mereka pasti akan memangsa dengan ganas laksana singa sedang kelaparan.
Seorang penyair berkata,

نظرة فإبتسامة فسلام * فكلام فموعد فلقاء.

"Berawal dari pandangan lalu senyuman kemudian salam disusul pembicaraan lalu berakhir dengan janji dan pertemuan".

Kelima : Seorang wanita muslimah yang menjaga hijab, secara tidak langsung ia berkata kepada semua kaum laki-laki,“Tundukkanlah pandanganmu, aku bukan milikmu dan kamu juga bukan milikku. Aku hanya milik orang yang dihalalkan Allah bagiku. Aku orang merdeka yang tidak terikat dengan siapapun dan aku tidak tertarik dengan siapapun karena aku lebih tinggi dan jauh lebih terhormat dibanding mereka.”

Adapun wanita yang bertabarruj atau pamer aurat dan menampakkan keindahan tubuh di depan kaum laki-laki hidung belang, secara tidak langsung ia berkata, “Silahkan anda menikmati keindahan tubuhku dan kecantikan wajahku. Adakah orang yang mau mendekatiku? Adakah orang yang mau memandangku? Adakah orang yang mau memberi senyuman kepadaku? Ataukah ada orang yang berseloroh,“Aduhai betapa cantiknya dia?”. Mereka berebut menikmati keindahan tubuhnya dan kecantikan wajahnya hingga mereka pun terfitnah.

Manakah di antara dua wanita di atas yang lebih merdeka? Jelas, wanita yang berhijab secara sempurna akan memaksa setiap lelaki untuk menundukkan pandangan mereka dan bersikap hormat ketika melihatnya, hingga mereka menyimpulkan bahwa dia adalah wanita merdeka, bebas dan sejati.

Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan hikmah di balik perintah mengenakan hijab dengan firmanNya.

ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

"Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih". [Al Ahzab : 59]

Wanita yang menampakkan aurat dan keindahan tubuh serta kecantikan parasnya, laksana pengemis yang merengek-rengek untuk dikasihani. Tanpa sadar mereka rela menjadi mangsa kaum laki-laki bejat dan rusak. Dia menjadi wanita terhina, terbuang, murahan dan kehilangan harga diri dan kesucian. Dan dia telah menjerumuskan dirinya dalam kehancuran dan malapetaka hidup.

SYARAT-SYARAT HIJAB
Hijab sebagai bagian dari syariat islam, memiliki batasan-batasan jelas. Para ulama pembela agama Allah telah memaparkan dalam tulisan-tulisan mereka seputar kriteria hijab. Setiap mukminah hendaknya memperhatikan batasan syariat berkaitan dengan hijab ini. Menjadikan Kitabullah dan Sunnah NabiNya sebagai dasar rujukan dalam beramal, serta tidak berpegang kepada pendapat-pendapat menyimpang dari para pengekor hawa nafsu. Dengan demikian tujuan disyariatkanya hijab dapat terwujud, bi’aunillah.

Diantara syarat-syarat hijab antara lain:

Pertama : Hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh sedikitpun selain yang dikecualikan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَيُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّمَاظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

"Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminat, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka". [An Nuur:31].

Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا {59}* لَّئِن لَّمْ يَنْتَهِ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لاَيُجَاوِرُونَكَ فِيهَآ إِلاَّ قَلِيلاً

"Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin,“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang". [Al Ahzab : 59].

Kedua : Hendaknya hijab tidak menarik perhatian pandangan laki-laki bukan mahram. Agar hijab tidak memancing pandangan kaum laki-laki maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

-. Hendaknya hijab terbuat dari kain yang tebal tidak menampakkan warna kulit tubuh.
-. Hendaknya hijab tersebut longgar dan tidak menampakkan bentuk anggota tubuh.
-. Hendaknya hijab tersebut bukan dijadikan sebagai perhiasan bahkan harus memiliki satu warna bukan berbagai warna dan motif.
-. Hijab bukan merupakan pakaian kebanggaan dan kesombongan.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut.

من لبس ثوب شهرة في الدنيا ألبسه الله ثوب مذلة يوم القيامة ثم ألهب فيه النار.

"Barangsiapa yang mengenakan pakaian kesombongan di dunia maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan nanti pada hari kiamat kemudian ia dibakar dalam Neraka”. [HR Abu Daud dan Ibnu Majah, dan hadits ini hasan]

-. Hendaknya hijab tersebut tidak diberi parfum atau wewangian. Dasarnya adalah hadits dari Abu Musa Al Asy’ary Radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

أَيُّماَ امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَليَ قَوْمٍ لِيَجِدوُا رِيْحَهَافهي زَانِيَةٌ.

"Siapapun wanita yang mengenakan wewangian lalu melewati segolongan orang agar mereka mencium baunya, maka ia adalah wanita pezina". [HR Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi, dan hadits ini Hasan]

Ketiga : Hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak menyerupai pakaian laki-laki atau pakaian wanita kafir. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.

"Barangsiapa yang menyerupai kaum maka dia termasuk bagian dari mereka". [HR Ahmad dan Abu Daud]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutuk laki-laki yang mengenakan pakaian wanita serta mengutuk wanita yang berpakaian seperti laki-laki. [HR Abu daud Nasa’i dan Ibnu Majah, dan hadits ini sahih].

Catatan :
Syaikh Albani dalam kitabnya Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah Fil Kitab Was Sunnah mengatakan, menutup wajah adalah sunnah hukumnya (tidak wajib) akan tetapi yang memakainya mendapat keutamaan. Wallahu a’lam

Tulisan ini saya tujukan kepada saudari-saudariku seiman yang sudah berhijab agar lebih memantapkan hijabnya hanya untuk mencari wajah Allah. Juga bagi mereka yang belum berhijab agar bertaubat dan segera memulainya sehingga mendapat ampunan dari Allah Azza wa Jalla.

Wallahu waliyyut taufiq
(Ummu Ahmad Rifqi )

Maraji’:
-Al Afrah, Ahmad bin Abdul Aziz Hamdani.
-Tanbihaat Ahkaami Takhtasu Bil Mukminaat, Dr. Shalih Fauzan bin Abdullah Al Fauzan.
-Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah Fil Kitabi Was Sunnah, Syaikh Nashiruddin Al Albani.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun VII/1424H/2003 Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]

Jumat, 24 Desember 2010

Pelajaran yang Tak Terlupakan

UMMU MAHJAN

Wahai ibuku… Wahai saudariku… Janganlah anda meremehkan amal kebaikan sekalipun kecil, dan ketahuilah bahwa anda diseru untuk menunaikan tanggung jawab anda dengan mencurahkan segenap kemampuan dan banyak berkorban dalam rangka menegakkan bangunan Islam yang agung. Janganlah sekali-kali anda mengelak dari tugas anda sekalipun hanya sedetik karena tipu daya musuh Islam terhadapmu. Mereka musuh-musuh Islam ingin sekiranya engkau menyimpang dari tugasmu yang mulia, dan mereka berupaya menjatuhkan semangatmu dalam berhidmat kepada Islam dan membina umat.
Janganlah… dan sekali lagi janganlah anda mengelak dan mundur dari berkhidmat kepada Islam karena anda merasa lemah, tidak ada kemampuan untuk ikut andil dalam menguatkan masyarakat Islam, sebab sesungguhnya perasaan-perasaan seperti itu merupakan rekayasa dari setan jin dan manusia.
Maka di sini kami hendak menyuguhkan sebuah kisah seorang wanita yang lemah dan berkulit hitam. Kisah ini merupakan sebuah pelajaran bagi kaum muslimin dalam hal kesungguhan, ketawadhu’an hingga sampai pada puncak semangatnya.
Beliau seorang wanita yang berkulit hitam, dipanggil dengan nama Ummu Mahjan. Telah disebutkan di dalam Ash-Shahih tanpa menyebutkan nama aslinya, bahwa beliau tinggal di Madinah.[1]
Beliau Radhiyallahu ‘anha seorang wanita miskin yang memiliki tubuh yang lemah. Untuk itu beliau tidak luput dari perhatian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sang pemimpin, sebab beliau senantiasa mengunjungi orang-orang miskin dan menanyai keadaan mereka dan memberi makanan kepada mereka, maka tidakkah anda tahu akan hal ini wahai para pemimpin rakyat?
Beliau Radhiyallahu ‘anha menyadari bahwa dirinya memiliki kewajiban terhadap akidahnya dan masyarakat Islam. Lantas apa yang bisa dia laksanakan padahal beliau adalah seorang wanita yang tua dan lemah? Akan tetapi beliau sedikitpun tidak bimbang dan ragu, dan tidak menyisakan sedikitpun rasa putus asa dalam hatinya. Dan putus asa adalah jalan yang tidak dikenal di hati orang-orang yang beriman.
Begitulah, keimanan beliau telah menunjukkan kepadanya untuk menunaikan tanggung jawabnya. Maka beliau senantiasa membersihkan kotoran dan dedaunan dari masjid dengan menyapu dan membuangnya ke tempat sampah. Beliau senantiasa menjaga kebersihan rumah Allah, sebab masjid memiliki peran yang sangat urgen di dalam Islam. Di sanalah berkumpulnya para pahlawan dan para ulama’. Masjid, ibarat parlemen yang sebanyak lima kali sehari digunakan sebagai wahana untuk bermusyawarah, saling memahami dan saling mencintai, sebagaimana pula masjid adalah universitas tarbiyah amaliyah yang mendasar dalam membina umat.
Begitulah fungsi masjid pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, demikian pulalah yang terjadi pada zaman khulafa‘ur rasyidin dan begitu pula seharusnya peranan masjid hari ini hingga tegaknya hari kiamat.
Untuk itulah Ummu Mahjan Radhiyallahu ‘anha tidak kendor semangatnya, sebab pekerjaan itu merupakan target yang dapat beliau kerjakan. Beliau tidak pernah meremehkan pentingnya membersihkan kotoran untuk membuat suasana yang nyaman bagi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau dalam bermusyawarah yang senantiasa mereka kerjakan secara rutin.
Ummu Mahjan Radhiyallahu ‘anha terus menerus menekuni pekerjaan tersebut hingga beliau wafat pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika ia wafat, para shahabat Ridhwanullahi ‘Alaihim membawa jenazahnya setelah malam menjelang dan mereka mendapati RasulullahShalallahu ‘alaihi wa sallam masih tertidur. Mereka pun tidak ingin membangunkan beliau, sehingga mereka langsung menshalatkan dan menguburkannya di Baqi‘ul Gharqad.
Pagi harinya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehilangan wanita itu, kemudian beliau tanyakan kepada para sahabat, mereka menjawab, “Beliau telah dikubur wahai Rasulullah, kami telah mendatangi anda dan kami dapatkan anda masih dalam keadaan tidur sehingga kami tidak ingin membangunkan anda.” Maka beliau bersabda, “Marilah kita pergi!” Lantas bersama para shahabat, Rasulullah pergi menuju kubur Ummu Mahjan. Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, sementara para sahabat berdiri bershaf-shaf di belakang beliau, lantas RasulullahShalallahu ‘alaihi wa sallam menshalatkannya dan bertakbir empat kali.[2]
Sebuah riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang wanita yang berkulit hitam yang biasanya membersihkan masjid, suatu ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallammerasa kehilangan dia, lantas beliau bertanya tentangnya. Mereka telah berkata, “Dia telah wafat.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mengapa kalian tidak memberitahukan hal itu kepadaku?” Abu Hurairah berkata, “Seolah-olah mereka menganggap bahwa kematian Ummu Mahjan itu adalah hal yang sepele.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tunjukkan kepadaku di mana kuburnya!” Maka mereka menunjukkan kuburnya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau menyalatkannya, lalu bersabda:

إِنَّ هٰذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةٌ عَلَى أَهْلِهَا، وَإِنَّ اللّٰهَ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتِي عَلَيْهِمْ

“Sesungguhnya kubur ini terisi dengan kegelapan atas penghuninya dan Allah meneranginya bagi mereka karena aku telah menyalatkannya.”[3]
Semoga Allah merahmati Ummu Mahjan Radhiyallahu ‘anha yang sekalipun beliau seorang yang miskin dan lemah, akan tetapi beliau turut berperan sesuai dengan kemampuannya. Beliau adalah pelajaran bagi kaum muslimin dalam perputaran sejarah bahwa tidak boleh menganggap sepele suatu amal sekalipun kecil.
Oleh karena itu ia mendapatkan perhatian dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam hingga ia wafat. Sehingga beliau menyalahkan para shahabat beliau Ridhwanullahi ‘Alaihim yang tidak memberitahukan kepada beliau perihal kematiannya agar beliau dapat mengantarkan Ummu Mahjan ke tempat tinggalnya yang terakhir di dunia. Bahkan tidak cukup hanya demikian namun beliau bersegera menuju kuburnya untuk menshalatkannya agar Allah menerangi kuburnya dengan shalat beliau.

[1].        Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat (VIII/414).
[2].        Lihat al-Ishabah dalam Tamyizish Shahabah (VIII/187).
[3].        Lihat al-Ishabah (VIII/187), al-Muwatha’ (I/227), an-Nasa’i (I/9) hadits tersebut mursal, akan tetapi maknanya sesuai dengan hadits yang setelahnya yang bersambung dengan riwayat al-Bukhari dan Muslim.

SEMPURNAKANLAH WUDHUMU!!! ( bagian kedua )



Syarat sahnya  Wudhu:
  1.  Niat di dalam hati

Rukun-rukun Wudhu:
1.      Membasuh seluruh wajah termasuk kumur-kumur, Istinsyaq (Menghirup air kedalam hidung) dengan tangan kanan, kemudian  Istintsar (Mengeluarkan air dari dalam hidung).
2.      Membasuh kedua tangan sampai siku-siku.
3.      Mengusap seluruh kepala.
4.      Mengusap kedua telinga.
5.      Membasuh kedua telapak kaki sampai mata kaki.
6.      Tartib (berurutan).
7.      Muwaalaat (tidak menunggu kering anggota wudhu yang satu sebelum membasuh yang lainnya).

Sunah-sunah Wudhu:

1.  Bersiwak.
2.  Mencuci kedua telapak tangan.
3.  Berkumur-kumur dan beristinsyaq dengan satu ciduk tangan.
4.  Ber istintsar dengan tangan kiri.
5.  Bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq kecuali dalam kondisi berpuasa.
6.  Mendahulukan anggota wudhu yang kanan dari daripada yang kiri.
7.  Menyela-nyelakan jemari ke jenggot.
8.  Membasuh anggota wudhu tiga kali.
9.  Menggosok anggota wudhu.
10.Melebihkan batasan pada anggota wudhu yang wajib, seperti membasuh
muka dengan melebihkannya sampai ubun-ubun, atau yang di sebut    dengan (ithalatul ghurrah) dan juga membasuh tangan dan kaki dengan melebihkannya sampai di atas siku dan mata kaki, atau yang disebut dengan (ithalatut tahjiil).
 11.  Menyela-nyela jari-jemari tangan dan kaki.
 13.  Hemat air ketika berwudhu.
14.  Berdoa setelah berwudhu.
وَعَنْ عُمَرَ  رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ, فَيُسْبِغُ اَلْوُضُوءَ, ثُمَّ يَقُولُ:) أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُه(, إِلَّا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ اَلْجَنَّةِ الَثمَانِيَّة يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ ") مُسْلِم ٌ: 234)
وَاَلتِّرْمِذِيُّ, وَزَادَ: )اَللَّهُمَّ اِجْعَلْنِي مِنْ اَلتَّوَّابِينَ, وَاجْعَلْنِي مِنْ اَلْمُتَطَهِّرِينَ(.

    Dari Umar radhiallahu ’anhu berkata: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda: “ Tidaklah ada seseorang pun diantara kalian yang berwudhu, lalu ia menyempurnakan wudhunya kemudian berdoa:”saya bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam utusan Allah, melainkan akan dibukakan baginya pintu-pintu surge yang jumlahnya delapan, dia masuk dari mana saja yang dia kehendaki.” (HR.Muslim:234).

15.   Sholat 2 raka’at sesudah wudhu.
          
لحديثِ عُثْمَانَ قَالَ رَأَيتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وَضُوئِي هَذَا وَ قَالَ:" مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فركَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ, غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ"
 رواه البخاري (156 )، ومسلم (226)
     Dari hadits Utsman radhiallahu ’anhu berkata: saya melihat  Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu seperti wudhuku ini.”dan bersabda: ” barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian mengerjakan shalat 2 rakaat tidak terbetik didalam dirinya(perkara dunia), maka baginya ampunan atas dosanya yang telah lalu. (HR.Bukhori:156, Muslim: 246).

Hal-hal yang membatalkan Wudhu:

1.       Keluarnya air kencing, tinja, atau angin (apa yang keluar dari dua lubang  qubul dan dubur):
﴿... أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّن الْغَآئِطِ... ﴾
atau salah seorang diantara kalian kembali dari tempat buang air (kakus)…(QS.al-Maidah: 6)

عَنْ أَبَي هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذاَ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ, فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ: مَا الْحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ قَالَ: فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ. رواه البخاري (135)، ومسلم (225)
        Dari Abu hurairoh radhiallahu ’anhu berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah tidak menerima sholat salah seorang di antara kalian apabila dia batal (berhadats) sehingga berwudhu,” berkatalah seorang laki-laki dari Hadramaut: “Wahai Abu Hurairah, apa hadats(pembatal wudhu) itu? “Abu Hurairah radhiallahu ’anhu menjawab: Angin yang keluar tanpa suara atau angin yang keluar dengan suara.” (HR.Bukhori:135, Muslim: 225).

2.     Mengeluarkan air mani, wadi, atau madzi:

عَنْ ابْن عَبَّاسٍ رضي الله عنه يَقُولُ : الْمَنِيُّ وَالْمَذْيُ وَالْوَدْيُ ، أَمَّا الْمَنِىُّ فَهُوَ الَّذِى مِنْهُ الْغُسْلُ ، وَأَمَّا الْوَدْيُ وَالْمَذْيُ فَقَالَ : اغْسِلْ ذَكَرَكَ وَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ. رواه البيهقي(1\115)
     Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ’anhu berkata: “ Mani, wadi, dan madzi. Adapun mani,ia mewajibkan mandi. Sedangkan wadi dan madzi, “ dia berkata: “basuhlah kemaluanmu  dan berwudhulah seperti wudhumu untuk sholat.” (HR.Baihaqi: 1/115)

3.            Tidur lelap sampai hilang kesadaran:

عَنْ علي بن أبي طالب رضي الله عنه قال: قال رسولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْعَيْنُ وِكَاء السَّهِ فَمَنْ ناَمَ فَلْيَتَوَضَأْ ". رواه أبو داود (203) و إبن ماجه (447).
        Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ’anhu berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Mata adalah pengikat dubur, barangsiapa yang tidur hendaknya dia berwudhu”. (HR Abu Daud: 203. dan Ibnu Majah: 447).

à catatan:  Jika tidurnya sampai hilang kesadaran baik berdiri, duduk, berbaring menurut pendapat yang kuat adalah membatalkan wudhu, adapun jika tidur tetapi masih bisa merasakan atau mendengar sesuatu (masih sadar)  maka tidak membatalkan wudhu.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِك رضي الله عنه قَالَ: كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَنْتَظِرُونَ اَلْعِشَاءَ حَتَّى تَخْفِقَ رُؤُوسُهُمْ, ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلَا يَتَوَضَّؤُوْنَ. رواه مسلم (376) و أبو داود (199)
     Dari Anas bin Malik radhiallahu ’anhu berkata:” Para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menunggu sholat ‘Isya yang terakhir sampai terantuk-antuk kepala-kepala mereka (lantaran kantuk) kemudian mereka sholat  dan tidak berwudhu (HR.Muslim:376, dan Abu Daud: 199).

4. Hilangnya akal:

     Seperti : pingsan, sakit, mabuk dan gila merupakan pembatal wudhu, karena hal-hal tersebut lebih berat jika dibandingkan hanya sekedar tidur.

5. Menyentuh farji tanpa penghalang baik menyentuhnya dengan syahwat maupun tidak. 

à Terdapat perbedaan pendapat para ulama dalam hal ini, ada yang mengatakan  batal wudhunya ada yang mengatakan tidak, namun pendapat yang rajih adalah yang mengatakan bahwa menyentuh f arji tanpa penghalang baik menyentuhnya dengan syahwat maupun tidak dapat membatalkan wudhu.Wallahu a’lam bishawab.

6. Makan daging unta:
  عَنْ جَابِر بن سمرة أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَبِيّ صلى الله عليه و سلم قال : ياَ رَسُول الله أَتَوَضَأُ مِنْ لحُوُمِ الغَنَمِ ؟ قال : إِنْ شِئْتَ فَتَوَضَأْ وَإِنْ شِئْتَ فَلَا تَتَوَضَأْ  قَالَ : أَتَوَضَأْ مِنْ لحُوُمِ الإِبِلِ ؟ قَالَ : نَعَمْ تَوَضَأْ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ.رواه مسلم (360)
    Dari Jabir bin Samurah, bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, apakah kami harus berwudhu dari makan daging kambing?” Rasulullah menjawab: “jika mau berwudhu maka berwudhulah, jika tidak mau maka tidak usah berwudhu.” Dia bertanya lagi?: “Apakah kami harus dari makan daging unta?” Rasulullah menjawab:”Ya, berwudhulah dari makan daging unta.” (HR.Muslim:36).

Hal-hal yang tidak membatalkan wudhu:

1.        Laki-laki menyentuh wanita tanpa penghalang.

   Laki-laki yang menyentuh wanita, tentu yang termasuk mahromnya, secara mutlak tidak membatalkan wudhu, adapun menyentuh wanita yang bukan mahromnya, permasalahannya bukan hanya sekedar membatalkan wudhu atau tidak, melainkan haram hukumnya. Adapun maksud ayat:
...)أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ(
               …atau menyentuh [1] perempuan (QS. al-Maidah:6).
[1] Artinya: menyentuh. menurut sebagian mufassirin Ialah: menyetubuhi.

Dan ini sesuai dengan penafsiran Abdullah bin Abbas radhiallahu ’anhu dan diantara dalil yang menjelaskan bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu adalah:

     عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم لَيْلَةً مِنَ الِفرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعْتُ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ بِالْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوْبَتَانِ (رواه مسلم: 222)
        Dari Aisyah Radhiallahu ‘anha, dia berkata: “saya pernah kehilangan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam dari tempat tidur (saya), kemudian saya mencarinya, kemudian tangan saya menyentuh perut kedua telapak kaki beliau. (waktu itu) beliau berada di masjid  sedang kedua kakinya dalam keadaan berdiri (posisi kaki sedang sujud). (HR. Muslim: 222).
 
2.      Keluar darah dari selain qubul dan dubur ( seperti darah luka).
3.      Muntah.
4.      Tertawa.
5.      Memandikan jenazah atau memikulnya.
6.      Ragu-ragu.

Kapan disunahkan Wudhu?

1.                   Ketika berdzikir kepada Allah (termasuk membaca al-Qur’an).
2.                   Ketika hendak tidur.
3.                   Orang junub ketika hendak makan, minum atau mengulangi jima’.
4.                   Sebelum mandi besar baik mandi wajib maupun sunnah.
5.                   Setelah memakan makanan yang dimasak di atas api (dipanggang).
6.                   Memperbaiki wudhu  disetiap kali hendak sholat.
7.                   Berwudhu setiap kali berhadats.
8.                   Sehabis muntah.
9.                   Setelah memikul jenazah.

                                                                             Oleh:  Ari Mardiah Joban