~Siapakah Wali-wali Allah?~
Sudah sepatutnya seorang muslim mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut.
Jawaban tersebut telah اللّه عَزَّ وَ جَلَّ jelaskan dalam firmannya surat yunus: 62-63.
ألا إن أولياء الله لا خوف عليهم ولا هم يحزنون. الذين آمنوا وكانوا يتقون.
“Ingatlah, sesungguhnya wali wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. (QS. Yunus :62 – 63).
Beliau -hafidzahullah- menjelaskan makna ayat diatas, bahwasanya ciri-ciri wali Allah adalah:
(الذين آمنوا(
“Yaitu orang-orang yang beriman,”.
Beriman kepada Allah Ta`ala, beribadah semata-mata karenaNya (ikhlas karena Allah),
Beriman kepada Allah Ta`ala, beribadah semata-mata karenaNya (ikhlas karena Allah),
وكانوا يتقون
“Dan mereka selalu bertaqwa”
Mereka membuktikan keimanan mereka tadi dengan melakukan ketaqwaan kepada Allah Jalla wa `Alaa dengan cara melaksanakan segala perintah Nya serta mejauhi segala bentuk larangan-Nya. Serta mengikuti perintah Rasul-Nya
صلى الله عليه و سلم
dan menjauhi segala larangannya.
صلى الله عليه و سلم
dan menjauhi segala larangannya.
Asal kata “al-Wilayah” adalah al-Qurb yang artinya dekat. Adapun lawan dari kata “al-Wilayah” adalah “al-’Adawah” artinya permusuhan.
Ahlu wilayah (para wali) yakni orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan keimanan dan ketakwaan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits qudsi, hadits ini dikenal dengan “hadits wali”:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا، فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ، كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ، وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ عَبْدِي الْمُؤْمِنِ، يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ” رواه البخاري
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, telah bersabda Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam , sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Siapa yang memusuhi seorang kekasihku, maka Aku menyatakan perang kepadanya, dan tiada mendekat kepadaku seorang hambaku, dengan sesuatu yang lebih kusukai daripada melaksanakan kewajibannya, dan selalu hambaku mendekat kepadaku dengan melakukan sunah – sunah sehingga Aku sukai, maka apabila Aku telah kasih kepadanya, Akulah yang menjadi pendengarannya, dan penglihatannya, dan sebagai tangan yang digunakannya dan kaki yang dijalankannya, dan apabila ia memohon kepadaku pasti kukabulkan dan jika berlindung kepadaku pasti kulindungi” (HR. al-Bukhari).
Beliau menjelaskan dari hadits diatas kita bisa melihat, pada hakikatnya wali Allah adalah orang Чαπƍ senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan ketaatan, baik dengan amalan Чαπƍ telah Allah wajibkan, maupun dengan amalan Чαπƍ sunnah. Dan Allah Subhanah wa Ta’ala telah memuliakan para wali-walinya, sehingga Allah mengumumkan barangsiapa yang memusuhi wali Allah, maka Aku menyatakan perang kepadanya, dan barangsiapa Чαπƍ diperangi oleh Allah maka sungguh dia akan merugi baik δ¡ dunia ataupun δ¡ akherat kelak.
Maka hendaklah setiap manusia untuk selalu berhati-hati untuk tidak memerangi, menyakiti, mengolok-olok wali Allah atau hamba² Allah Чαπƍ shalih. Wali Allah adalah orang Чαπƍ bersungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah, menegakkan sunnah, berbakti kepada orangtuanya dan selalu melakukan ketaatan² lainnya. Dan janganlah kalian mengolok-olok orang Чαπƍ selalu berbuat ketaatan serta menegakkan sunnah, karena bisa jadi orang Чαπƍ diolok-olok itu adalah orang Чαπƍ terbaik dimuka bumi.
Hendaknya kita mencintai orang-orang Чαπƍ shalih dan menyelamatkan hati kita dari iri, dengki, dan hasad.
Sesungguhnya wali Allah itu ada dua derajat.
Derajat pertama: Adalah orang Чαπƍ senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan Чαπƍ wajib dan menjauhi segala larangannya, derajat ini disebut dengan “al- Muqtasid (pertengahan)”
Derajat kedua: Lebih tinggi dari derajat pertama, adalah orang Чαπƍ senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan Чαπƍ sunnah setelah mengerjakan Чαπƍ wajib, derajat ini disebut dengan “as-Saabiquuna bil khairaat (lebih cepat berbuat kebaikan)”.
Derajat pertama: Adalah orang Чαπƍ senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan Чαπƍ wajib dan menjauhi segala larangannya, derajat ini disebut dengan “al- Muqtasid (pertengahan)”
Derajat kedua: Lebih tinggi dari derajat pertama, adalah orang Чαπƍ senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan Чαπƍ sunnah setelah mengerjakan Чαπƍ wajib, derajat ini disebut dengan “as-Saabiquuna bil khairaat (lebih cepat berbuat kebaikan)”.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
مِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَ مِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ
“Diantara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan”. (QS. Fathir:32).
Didalam hadits qudsi diatas dijelaskan pula balasan kepada para wali Allah, bahwasanya mereka akan mendapatkan cinta Allah, dan jika Allah mencintainya, maka Allah akan selalu menuntun pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya, dan Allah senantiasa mengabulkan doa dan melindunginya. Inilah kemuliaan Чαπƍ senantiasa Allah Ta’ala berikan kepada para walinya.
Beliau menerangkan bahwa para wali-wali Allah tidak akan menganggap dirinya suci, atau menganggap bahwa dirinya adalah wali Allah. Allah Ta’ala berfirman:
فلا تزكّوا أنفسكم
.(Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci”. (QS. an-Najm:32″
Abdullah bin Abi Mulaikah seorang tabi’in telah menemui 30 sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, mereka semua takut akan nifaq .pada dirinya
Abu Darda’ berkata: “Seandainya aku tahu satu saja dari shalatku diterima Allah Ta’ala, maka hal itu lebih baik dari dunia dan seisinya”.
Beliau -hafidzahullah- menjelaskan bahwa bukanlah syarat dari wali itu dapat menampakkan karamah diluar kebiasaan manusia. Karamah Чαπƍ paling agung adalah senantiasa istiqamah diatas agama Allah.
dapat menampakkan karamah diluar kebiasaan manusia karena hal tersebut bisa jadi dari perbuatan syaitan, seperti banyak tersebarnya khurafat dikalangan orang² awam, orang² Чαπƍ jahil tentang seorang wali, sehingga mereka berlebih²an dalam mengaguminya, sekalipun orang tersebut tidak pernah beribadah atau melakukan ketaatan namun dia bisa disebut wali, dikarenakan memiliki kelebihan. Dan hendaklah kita selalu berhati-hati dari hal ini.
Lalu kapan seseorang disebut wali? Ketika seorang tersebut selalu melakukan ketaatan, tidak pernah meninggalkan shalat, bahkan tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah ϑί masjid, selalu berbakti kepada orang tua, bertuturkata baik, kita bisa katakan “mudah²an dia termasuk wali Allah.”
Hendaknya kita juga berhati-hati dari khurafat Чαπƍ menyebar tentang wali Allah, Чαπƍ diantaranya menceritakan bahwa seorang wali tidak perlu berthawaf ϑί ka’bah, karena ka’bahlah Чαπƍ akan menghampirinya, atau cerita bahwa seorang wali tidak perlu berjalan untuk thawaf, padahal kalaulah kita lihat Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam Чαπƍ merupakan sayyidnya para wali saja melakukan thawaf, dan untuk melakukan thawaf Beliau Shallahu ‘alaihi wasallam melakukan perjalanan dari Madinah ke Makkah!
Menjadi wali Allah dapat dicapai dengan mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan baik Чαπƍ wajib maupun sunnah, dan meninggalkan apa² Чαπƍ diharamkanNya, serta selalu berdoa kepada Allah, agar menjadikan kita sebagai walinya.
آمين يَا رَبَّ العَـــالَمِيْنَ
Demikian Чαπƍ dapat saya ringkas dari kajian Чαπƍ beliau -hafidzahullah- sampaikan, semoga ini bisa bermanfaat, kurang lebihnya saya mohon maaf.
نسأل الله التوفيق والسداد
Diringkas oleh: Ari Mardiah Joban.
Muroja’ah: Ust. Fuad Hamzah Baraba’, Lc.